PEMBUATAN KOMPOS ORGANIK
I.PENDAHULAN
Latar belakang
Pada awalnya lahan-lahan berhutan lebat mempunyai tanah
yang subur , akan tetapi setelah pohon ditebangi dan kemudian diusahakan untuk
pertanian (berladang), maka tanah menjadi kurus akibat proses penghanyutan dan
pencucian unsur hara sehingga tanah menjadi miskin hara dan tidak dapat
digunakan lagi untuk usaha pertanian. Kondisi demikian menjadikan tanah harus
diperbaiki dengan cara dipupuk.
Penurunan efisiensi pemupukan berkaitan erat dengan
faktor kondisi tanah, dimana telah terjadi kemunduran kesehatan tanah baik
secara kimia, fisik maupun biologi sebagai akibat pengelolaan tanah yang kurang
tepat. Keadaan ini terjadi pada semua tipologi lahan, baik lahan sawah maupun
lahan kering dan lahan rawa, yang telah diusahakan secara intensif dengan
sistem pengelolaan yang tidak tepat (over dosis pupuk kimia, pengangkutan seluruh
limbah panen ke luar lahan bahkan pembakaran jerami). Padahal limbah panen
merupakan bahan organik yang sangat baik dan bermanfaat bagi
kesehatan/kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
Pengomposan dianggap sebagai teknologi berkelanjutan
karena bertujuan untuk konservasi lingkungan, keselamatan manusia, dan pemberi
nilai ekonomi. Penggunaan kompos membantu konservasi lingkungan dengan
mereduksi penggunaan pupuk kimia yang dapat menyebabkan degradasi lahan.
Pengomposan secara tidak langsung juga membantu keselamatan manusia dengan
mencegah pembuangan limbah organik.
kompos
Kompos mengandung nutrisi tanaman yang lebih rendah
dibanding dengan pupuk mineral/kimia, tetapi kompos mempunyai kelebihan lain
seperti mempunyai peran dalam memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik
maupun mikrobiologis yang sangat berpengaru pada nutrisi tanaman.
Pengomposan adalah proses pengubahan bahan
limbah organik secara konstan oleh aktivitas dari suatu suksesi berbagai jenis
jasad renik, yang masing - masing memiliki kondisi tertentu dengan waktu yang
relatif terbatas. Bahan berubah menjadi kompos yang mempunyai perbandingan C/N
yang rendah. Jadi kompos adalah produk hasil fermentasi bahan - bahan organik
oleh sejumlah besar jasad renik dalam lingkungan yang hangat, basah dan
berudara dengan hasil akhir berupa humus.
Membuat kompos adalah mengatur
dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.
Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami
penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun
proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara
alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan
dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini
menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah
organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah
organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Kompos sebagai hasil dari
pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi penting
terutama dalam bidang pertanian antara lain : Pupuk organik mengandung unsur
hara makro dan mikro.Pupuk organik dapat memperbaiki struktur
tanah.Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya
ikat tanah berpasir.Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah.Membantu
proses pelapukan dalam tanah.Tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih tahan
terhadap penyakit.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan,
karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses
yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara
dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang
sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai
upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang
dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur
lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca
penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material
orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah
industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Mol
Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat
dari bahan-bahan alami sebagai media hidup dan berkembangnya mikro organisme
yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan organik (proses dekomposisi
menjadi kompos/ pupuk organik). Di samping itu juga dapat berfungsi sebagai
tambahan nutrisi bagi tanaman yang
sengaja dikembangkan dari mikro organisme yang berada di tempat tersebut.
II.TUJUAN PRAKTIKUM
o
Untuk
mengetahui atau mempelajari bagaimana pembuatan kompos organic .
o
Diharapkan
hasil ini dapat berguna bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan
pula bagi para petani untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia.
III.TINJAUAN PUSTAKA
1.Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur
tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.
Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan
kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk
dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih
segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:Aspek Ekonomi :
- Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
- Mengurangi volume/ukuran limbah
- Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
- Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
- Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
- Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
- Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
- Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
- Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap
sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah,
dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat
biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada
fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan
organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation
sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
2. Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan
kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor
yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio
C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C
sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N
di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk
sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N
untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya,
masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika
bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian
kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman,
1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung
banyak senyawa nitrogen.
Ukuran
Partikel Aktivitas mikroba berada di antara
permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan
kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih
cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).
Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang
cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan
kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan
kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay
Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban
(Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang
sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik
apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 %
adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci,
volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan
langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian
mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu
yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih
gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang
lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri.
Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase
awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan
Hara Kandungan P dan K juga penting
dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari
peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan
Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin
mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat
seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori
ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama
pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung
pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan
dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami
pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga
kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk
mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi
|
Konsisi
yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40 – 65 %
|
45 – 62 % berat
|
Konsentrasi oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran partikel
|
1 inchi
|
bervariasi
|
Bulk Density
|
1000 lbs/cu yd
|
1000 lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66oC
|
54 -60oC
|
Faktor-faktor
yang paling penting dalam pembuatan kompos adalah perbandingan karbon-nitrogen,
ukuran partikel bahan, macam/jenis campuran bahan, kelembaban, aerasi, suhu,
macam dan kemampuan jassad renik yang terlibat, penggunaan inokulan, penambahan
bahan fosfat dan destruksi dari jasad renik patogen.
Ada
dua aspek yang berhubungan dengan kesehatan dalam penggunaan limbah pertanian
dan kotoran manusia. Pertama proses pengomposan akan menyebabkan hilangnya
sumber penularan penyakit dan kedua akan meningkatkan nutrisi apabila kembali
ke tanah sebagai penyedia humus.
Seperti
diketahui kebutuhan lahan akan bahan organik terus meningkat sejalan dengan
menurunnya kesuburan tanah, rusaknya sifat-sifat fisik tanah, rendahnya daya
ikat air hujan dan menurunnya persediaan bahan organik dalam tanah. Lebih-lebih
lagi adanya kenyataan bahwa penanaman pupuk hijau semakin langka dan semakin
meningkatnya pemakaian pupuk buatan terutama lahan yang diusahakan secara
intensif, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Selulosa
adalah bahan organik alami yang jumlahnya kira-kira sepertiga dari seluruh
bahan organik tumbuh-tumbuhan yang ada di dunia ini dan paling susah
didegradasi. Bahan ini akan membentuk kira-kira 60 % dari seluruh bahan apabila
di daur ulang. Kalau dibiarkan, bahan ini akan menimbulkan limbah dalam jumlah
yang sangat besar. Untuk meningkatkan produktivitasnya perlu adanya usaha untuk
mendaur ulang, salah satu caranya adalah dengan cara pengomposan
Sejumlah jasad renik mampu merombak selulosa. Diketahui
bahwa ada lebih kurang 2.000 bakteri dan 50 jenis jamur yang terkait dengan
proses pengomposan. Jamur mempunyai andil yang sangat penting dalam pemecahan
selulosa dan dikelompokkan berdasarkan toleransinya terhadap suhu. Ada kelompok
thermophilik ( 40oC ), mesophilik (20-400 C) dan ada juga
yang termasuk dalam kelompok psychrophilik (di bawah 200C). Adanya
jasad renik perombak selulosa berkaitan erat dengan keberadaan bahan selulosa
di alam.
Dengan demikian jasad renik perombak selulosa merupakan
salah satu faktor keseimbangan di alam dan mempunyai kontribusi dalam
kelanjutan kehidupan di bumi ini.
Seperti diketahui penambahan inokulan pada pembuatan kompos
adalah bagian dari usaha untuk mempercepat proses pengomposan, karena sesungguhnya
pada bahan material pembentuk kompos sendiri sudah mengandung banyak jasad
renik khususnya yang berperan dalam perombakan zat kimia lainnya.
Salah satu cara untuk mendapatkan kompos secara tepat adalah
dengan menggunakan aktivator yang berupa bahan yang mengandung nitrogen atau
fosfor atau juga berupa inokulan kapang unggul yang berperan memecah selulose
dalam proses pembuatan kompos, agar waktu pembuatan kompos lebih diperpendek.
Proses pembuatan komposnya sendiri harus berpegang pada
sistem kerja bersama beberapa mikroba yang mempunyai sifat-sifat fisiologis
yang beragam dalam suatu tatanan tertentu.
Mengingat keadaan seperti tersebut di atas, maka kompos
sebagai salah satu pupuk alam akan merupakan bahan substitusi yang penting
terhadap pupuk kandang dan pupuk hijau. Ditambah pula bahwa bahan - bahan
organik untuk pembuatan kompos di lahan pertanian/perkebunan yang berupa jerami
padi, pohon jagung, rumput-rumput kering,serabut kelapa,limbah pabrik kelapa
sawit, penggilingan padi, eceng gondok dsb, cukup berlimpah dan belum banyak
dimanfaatkan. Di samping limbah cair yang berasal dari kotoran ternak, pabrik
tepung tapioka, pembuatan tahu, tempe dsb yang semestinya dapat digunakan
sebagai bahan pembuat kompos umumnya masih terbuang percuma. Dengan demikian
kompos diharapkan dapat diandalkan sebagai bahan penyubur di lahan pertanian
maupun perkebunan atau dapat digunakan dalam usaha reklamasi lahan bekas galian
tambang, atau penyubur di daerah rawa-rawa, peningkatan kadar pH di daerah
lahan asam.
Seperti diketahui di daerah tropik kandungan bahan organik
di dalam tanah diperkirakan hanya 1% saja. Di lahan yang ditanami, kandungan
organik lahan tersebut makin lama makin berkurang karena terjadi biodegradasi
secara terus menerus. Untuk mengatasinya paling tidak setahun sekali lahan
tersebut perlu diberi tambahan bahan organik, seperti kompos.
Aktivitas mikrobiologis dalam tanah terjadi bukan saja oleh
jasad renik yang tumbuh dan berkembang dalam kompos tetapi kehadirannya dapat
menstimulir jasad renik yang telah ada dalam tanah. Pemberian kompos dapat
menstimulir aktivitas amonifikasi, nitrifikasi, fiksasi nitrogen dan
fosforilisasi, yang disebabkan oleh kerja berbagai jasad renik dalam tanah.
Oleh karena itu pemberian kompos ke dalam tanah akan meningkatkan produktivitas
lahan secara permanen. Dan apabila para petani di lahan kritis dapat membuat
dan menggunakananya sebagai bahan suplemen pupuk anorganik diharapkan
produktivitas lahan tersebut akan meningkat. Tentu saja penggunaan bahan limbah
yang berlimpah sebagai bahan pembuatan kompos, akan mengurangi penggunaan pupuk
anorganik oleh para petani setempat yang harganya relatif mahal.
Kompos sebagai penyedia unsur hara utama nutrien tanah (NPK)
dan sebagai penyedia mikronutrien yang mengalami degradasi apabila lahan
tersebut digarap secara intensif dengan sasaran produktivitas tinggi. Kompos
yang berbentuk koloidal dalam tanah dan bermuatan negatif dikoagulasikan oleh
kation dan partikel tanah sehingga berbentuk granular. Oleh karena itu kompos
dapat memperbaiki struktur, tekstur dan kelembutan tanah.
3.Penggunaan
kompos
Penggunaaan kompos untuk pupuk tanaman banyaknya tergantung
pada jenis tanman itu sendirI dan unsur hara yang terkandung dalam tanah.
Dengan menggunakan kompos yang kandungan nutrisinya seperti tertera di atas
banyaknya kompos untuk setiap tanaman tertera pada tabel berikut ini.
Penggunaan kompos untuk beberapa
tanaman.
Jenis
tanaman
|
Ton/Ha
|
Jenis
tanaman
|
Ton/Ha
|
Padi
sawah
|
5
|
Kacang
Tanah
|
4,5
|
Jagung
|
2,4
|
Kopi
|
1,6
|
Tebu
|
14,15
|
Kakao
|
1,0
|
Ubi
kayu
|
24,2
|
Karet
|
0,65
|
Krotalaria
|
7,45
|
Agave
|
2,9
|
Kentang
|
4,1
|
Tembakau
|
25,2
|
Kelapa
|
3,05
|
Lada
|
6,45
|
Kelapa
Sawit
|
7,5
|
Nanas
|
16,7
|
Kedelai
|
5,7
|
Jeruk
|
2,45
|
Teh
|
1,85
|
Pisang
|
5,1
|
Penggunaan kompos khusus yang kandungan nutrisinya sengaja
dibuat untuk satu atau beberapa jenis tanaman sangat dianjurkan, karena jumlah
kompos yang digunakan untuk tanaman tersebut relatif jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan kompos biasa. Seperti diketahui kompos terbentuk karena
adanya reaksi degradasi bahan dasar oleh berbagai jenis mikroba dalam kondisi
yang selalu berubah. pH dan suhu yang meningkat, dan oksigen yang semakin
berkurang. Terjadi suksesi aktivitas kerja mikroba yang disebabkan oleh
berubahnya pH, suhu dan oksigen. Terbentuknya kompos disebakan oleh berperannya
berbagai jenis mikroba yang berperan pada setiap perubahan kondisi tersebut di
atas. Oleh karena itu hasil beberapa penelitian memperlihatkan adanya mikroba
unggul yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah dan dapat
membentuk kompos dengan sempurna.
Diketahui juga ada beberapa jenis mikroba yang dapat memecah
fosfor anorganik (dalam bentuk batuan) selama kompos berada dalam tanah,
disamping mengandung beberapa mikroba yang dapat mengikat fosfor kalau
berinteraksi dengan beberapa jenis tanaman tinggi tertentu. Kehadiran mikroba
yang terdapat dalam kompos yang diberi bibit unggul juga dapat menghasilkan
antibiotic dalam tanah, sehingga semakin lama tanah tersebut bebas dari sumber
penyakit. Selain itu ada juga mikroba yang dapat mengikat N dari udara selama
penyimpanan dan juga pada waktu berinteraksi dengan akar tumbuhan polongan
apabila kompos berada dalam tanah. Dalam pelaksanaannya, karena pengomposan
akan berlansung pada suhu yang akan mencapai 60-70 0C, beberapa
mikroba ungul yang dapat mengiikat N dari udara tanpa bekerja sama dengan
tumbuhan tersebut harus dimasukkan ke dalam kompos setelah proses pengomposan
selesai. Mereka akan bekerja pasca proses pengomposan.
V.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
Kompos
yang dihasilkan adalah kompos yang lolos pada ayakan 1,18 mm, sedangkan yang
tertinggal merupakan sisa bahan yang tidak terkomposkan misalnya ampas daun
tanaman, dan sisa kotoran ayam yang tidak terdekomposisi. Berat bahan yang
hilang adalah gas-gas hasil penguraian oleh mikroba yang terbuang ke udara,
misalnya amonia dan uap air sehingga menyebabkan berat bahan akhir menjadi
berkurang. Bau, warna, dan bentuk
akhir kompos Kompos yang telah
matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai
materi tanah dan berwarna coklat kehitam-hitaman, yang terbentuk akibat
pengaruh bahan organi yang sudah stabil. Sedangkan bentuk akhir sudah tidak
menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguaian alami oleh
mikroorganisme yang hidup di dalam kompos
Lampiran
Tabel Rata-rata hara dari berbagai
pupuk kandang ayam .
Ayam
|
|
Ukuran hewan ( kg)
|
5
|
Pupuk segar (ton/tahun)
|
10,95
|
Kadar air ( %)
|
72
|
Kandungan hara (kg/ton ton)
|
|
Nitrogen (N)
|
25,0
|
Fosfor (P)
|
11,0
|
Kalium (K)
|
10,0
|
Kalsium (K)
|
36,0
|
Magnesium (Mg)
|
6,0
|
Sulfur (S)
|
3,
2
|
Ferrum (Fe)
|
2,3
|
Boron (B)
|
0,01
|
Cuprum (Cu)
|
0,01
|
Mangan (Mn)
|
-
|
Zinc (Zn)
|
0,01
|
Karakteristik menurut SNI-19-7030-2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar