1.mekanisasi pertanian adalah
Mekanisasi pertanian adalah Adapun tujuan kegiatan mekanisasi pertanian
adalahuntuk mengurangi kejenuhan kerja, meningkatkan ketepatan waktu, memperbaikimutu produksi, dan
meningkatkan efisiensi kerja. Untuk tenaga penggerak masinal biasanya digunakan
traktor. Fungsi traktor selainadalah sebagai
alat penarik dan penggerak alat pengolah tanah juga sebagai alatangkutan.
Mekanisasi pertanian yang tepat berperan sangat signifikan untuk peningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi pertanian serta pengolahannya. Mekanisasi
pertanian mencakup keuntungan efisiensi, efektifitas, kualitas dan
produktifitas pertanian. Kemudian berdampak sistemik pada kesejahteraan petani
dan pemenuhan kebutuhan pangan , energi dan bahan produksi masyarakaNamun
demikian sangat ironis, di tengah menjamurnya institusi penelitian (termasuk
peneliti), pendidikan (termasuk orang terdidik), serta lembaga pemberdayaan
masyarakat di bidang mekanisasi pertanian, saat itulah pula mekanisasi
pertanian belum berkembang dan benar-benar termanfaatkan oleh masyarakat secara
optimal. Saat ini alsintan lebih banyak “diadopsi” bukan “diadaptasi”. Jika
sudah demikian, keuntungan-keuntungan di atas belum didapatkan. Lalu apa
permasalahannya? Dan bagaimana solusinya? Tidak hanya bagi pemerintah, namun
bagi akademisi/peneliti, pengusaha juga yang terpenting petani sendiri sebagai
subjek utama.
Dalam tulisan ini akan dikaji secara
komprehensif dari berbagai faktor penentu mekanisasi pertanian.
- 1. Ekonomi
Petani secara sendiri-sendiri merasa
belum mampu dalam investasi alat dan mesin pertanian (jika mereka belum merasa
sangat membutuhkannya). Akhirnya alat mesin pertanian hanya dikuasai oleh
petani kaya atau rentenir saja. Sebenarnya, dalam jangka panjang, ketika biaya
variabel dapat menurun karena efisiensi waktu dan beberapa komponen biaya
seperti tenaga kerja, ditambah dengan kenaikan pemasukan hasil penjualan karena
produktifitas naik, maka secara otomatis besarnya biaya pokok akan turun dan
pendapatan petani akan meningkat. Ini jika saja alsintan dapat digunakan.
- 2. Teknis
Hasil penelitian pada studi kasus
alat mesin perontok padi, di lapangan ditemukan banyak sekali alat mesin hasil
penyebaran proyek pemerintah yang tidak dapat digunakan karena bahannya sangat
mudah rusak. Ini dikarenakan oleh “proyektor” yang nakal alias Makelar Proyek. Proyek dilakukan asal
jalan dan menghabiskan anggran saja (sebab jika anggaran tidak habis, tahun
depan kecil kemungkinan akan diberi lagi). Akhirnya alsintan diproduksi dengan
asal-asalan. Ini jelas sangat merugikan petani.
- 3. Fungsional
Banyak data yang menyebutkan
kapasitas suatu alsintan tinggi. Studi kasus pada alat perontok padi pedal thresher
buatan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian yang menurut data
dijelaskan kapasitas 100 kg/jam. Namun faktanya, 25 kg/jam saja sulit, dan
petani memilih menggunakan manual karena lebih mudah. Penelitian-penelitian dan
percobaan kapasitas tidak dinormalisasi terlebih dahulu. Kapasitas 100 kg
mungkin jika digunakan oleh petani yang sudah terbiasa, namun bagi yang belum
terbiasa, akan sulit. Disinilah perlunya pembiasaan penggunaan alsintan
(teknologi baru).
- 4. Ergonomi
Beberapa alsintan dirasakan petani
tidak ergonomis. Hal ini disebabkan alsintan hanya diasopsi, bukan diadaptasi.
Alsintan dari luar apalagi impor tentunya secara ergonomi belum tentu sesuai
dengan antropometri masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Disinilah
diperlukan adaptasi dan modifikasi alsintan agar sesuai dengan kondisi
masyarakat di setiap daerah di Indonesia.
- 5. Kesehatan dan keselamatan
kerja
Pekerjaan yang tidak tersentuk aspek
kesehatan dan keselamatan adalah pertanian subsistem petani kecil.
Berbeda dengan industri non-pertanian yang sangat memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja (K3). Kalaupun ada, K3 hanya dilakukan pada perusahan
pertanian level besar. Sedangkan petani kecil di lahan tidak pernah
diprioritaskan menggunakan sepatu but ketika ke lahan, menggunakan masker
ketika menyemprot pestisida, petani cenderung tak berpakaian lengkap ketika
bekerja. Padahal resiko kecelakaan kerja di lahan sangat besar. Pemerintahpun
belum menuju kea rah sana sepertinya. Jika sudah seperti ini, pertanian terus
dianggap pekerjaan yang rendahan. Padahal jika alsintan akan dikembangkan, maka
aspek K3 harus disertakan karena resiko kesehatan dan keselamatan pada saat
menggunakan alat mesin lebih besar dibandingkan manual.
- 6. Kondisi lapangan
Mekanisasi pertanian terhambat oleh
kondisi lahan petani Indonesia yang hanya 0,2 ha/orang. Kondisi ini dipersulit
lagi dengan ketidakkompakan petani dalam menanam dan masa tanam. Teringat dulu
ketika orde baru petani sangat kompak dalam menanam dan masa tanam. Padahal
jika saat inipun petani kompak dalam masa tanam, maka luasan tanah yang 0,2 ha
bisa menjadi 2-3 ha, di mana alsintan akan mudah masuk dan efisien akhirnya.
Lagi pula sebenarnya masa tanam yang serempak dapat mengurangi penyebaran hama
penyakit.
Selain luasan tanah yang sempit,
kondisi lapangan yang berbukit-bukit menyebabkan alsintan sulit masuk ke lahan.
Dari dua permasalahan tadi, solusi terbaiknya adalah adanya konsolidasi lahan.
Jika sudah seperti ini mau tidak mau petani harus mengurangi egoismenya untuk
saling “aku dan aku” (ini tanahku, terserah aku mau tanam apa dan kapan”.
- 7. Fasilitas penunjang
operasi
Alsintan membutuhkan fasilitas
penunjang operasi untuk dapat digunakan dengan baik. Fasilitas itu adalah BBM,
suku cadang, perbengkelan, operator dan jalan akses transportasi alsintan. Pada
faktanya, BBM sulit didapatkan, terlebih setelah adanya PP No 09 2006 dimana
tidak diperbolehkan membeli bensin selain kendaraan bermotor. Jika ada pun BBM
di daerah pedesaan harganya sudah lebih mahal (Rp. 5500/lt bensin) dan itu pun
tidak dipastikan murni bensin. Suku cadang alsintan lebih banyak produk luar
negeri dan harus diimpor jika ada 8.
Sosial budaya
Memang di beberapa tempat sudah
menjadi budaya, masyarakat yang selalu memegang teguh tradisional dan enggan
berganti dengan teknologi baru. Disinilah pentingnya pendekatan sosial kultural
untuk mengadaptasikan teknologi. Proyek pemerintah dalam memberikan bantuan
alsintan seringkali tidak memperhatikan sosial kultural masyarakat yang menjadi
target. Disinilah pentingnya orang-orang mekanisasi juga belajar persoalan
sosial. Intinya seorang engineer juga harus berjiwa sosial.
10.
Koordinasi antar sektor
Menjadi persoalan yang tak berujung.
Setiap seminar, kita terus mempersoalkan ini. Kesimpulan diskusi, seminar
adalah selalu koordinasi, koordinasi…ya sebuah kata yang mudah diucapkan tapi
sulit direalisasikan. Fakta-faktanya adalah : 1) jangankan koordinasi antar
pihak, intra 1 pihak saja belum beres. Faktanya sebuah riset alsintan
dikembangkan oleh banyak pihak dari mulai Balai Besar Pengembangan Mekanisasi
Pertanian, Balai Besar Pengolahan Pascapanen,
Koordinasi juga terlihat ketika
kegiatan sosialisasi alsintan dilakukan. Sangat jarang sekali pengusaha yang
mau datang di seminar alsintan. Maklum, pengusaha selalu menghitung untung
ruginya. Kedepan, koordinasi ABGC harus terus dilakukan. Lembaga-lembaga
independen keteknikan pertanian memiliki potensi untuk dapat menjadi
fasilitator koordinasi antar pihak tersebut.
11.
Informasi
Sosialisasi alsintan sudah
dilakukan, namun belum optimal. Penyuluh pertanian yang saat ini ada belum
banyak diantara mereka yang memiliki wawasan alsintan. Mereka lebih banyak
kepada proses budidaya. Sosialisasi alsintan hanya sebatas di seminar. Expo,
yang jelas-jelas acara seperti itu tidak dapat leluasa diakses petani di
daerah. Maka dari itu perlu dilakukan sosialisasi yang lebih menyeluruh kepada
masyarakat luas. Disinilah peran mahasiswa, dan lembaga keteknikan pertanian
untuk dapat membantu dalam mensosialisasikan alsintan kepada masyarakat luas.
2.permasalahan mekanisasi pertanian di Indonesia
Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Terdapat
sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi pertanian berupa alat
dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni:
a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan) masih lemah,
b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,
c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,
d. dukungan perbengkelan masih lemah,
e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,
f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan
g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.
Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah :
• Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.
• Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen
• Tenaga kerja
Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran
• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.
Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian adalah:
(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,
(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,
(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,
(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah,
(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan
a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan) masih lemah,
b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,
c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,
d. dukungan perbengkelan masih lemah,
e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,
f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan
g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.
Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah :
• Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.
• Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen
• Tenaga kerja
Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran
• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.
Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian adalah:
(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,
(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,
(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,
(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah,
(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan
Di dunia
ekanisasi adalah penggunaan alat modern serta
peralatan bermotor seperti bajak, garu, ridger dan juga penggunaan agro-bahan
kimia seperti insektisida, herbisida, pupuk dan benih unggul di ladang. Berikut
ini adalah masalah yang dihadapi mekanisasi pertanian.
1. Petani tidak berpendidikan dan mereka merasa
sulit untuk mengoperasikan mesin
2. Tanah sistem penguasaan mencegah kepemilikan
peternakan besar.
3. Jenis tanah tidak sesuai dengan teknik
operasional mesin.
4. Tidak ada mesin telah diciptakan secara lokal
untuk bekerja secara efektif pada tanah.
5. Puing-puing dari kliring, stumping dan log
menimbulkan hambatan bagi mekanisasi.
6. Suku cadang tidak tersedia secara lokal.
7. Ada tenaga kerja yang tidak memadai untuk
melayani alat dan mesin.
8. Sifat tanah, topografi dan lansekap yang tidak
baik untuk mekanisasi.
9. Petani terlalu miskin untuk bisa membeli mesin
mahal. Hal ini membuat mekanisasi terlalu mahal untuk berlatih.
10. Tidak ada fasilitas yang memadai untuk
perbaikan alat pertanian dan peralatan.
3.hubungan keterkaitan lahan
datar dan miring terhadap mekanisasi pertanian
4. hubungan pertumbuhan
tanaman dan alat berat
Pengolahan
tanah (tillage) akan diperlukan
ketika kondisi sifat fisik tanah kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman
seperti tanah yang padat, keras dan aerasi yang minim. Intensitasnya akan
tergantung pada kondisi tanah dan jenis tanaman.
Menurut Winarso (2005), pemadatan tanah, hardpans dan pembentukan lapisan keras (crusting) merupakan penyebab utama
degradasi fisik tanah. Pemadatan tanah dapat meningkatkan berat isi yang
berpengaruh pada penetrasi akar, konduktifitas hidrolik dan aerasi. Untuk
mengurangi pemadatan tanah, pengolahan tanah hingga lapisan dalam diikuti
pemberian bahan organik dapat dilakukan.
menyatakan
bahwa beberapa praktek persiapan lahan dan kegiatan merubah kondisi fisik zona
perakaran ternyata dapat menyebabkan:
1.
hilangnya lapisan atas tanah dan lapisan bahan organik
2.
terkikisnya lapisan humus dan serasah yang belum
terdekomposisi yang menyebabkan lapisan mineral tanah menjadi terbuka
3.
tercampurnya bahan organik pada permukaan tanah dengan
lapisan mineral tanah
4.
persiapan lahan secara mekanik juga dapat memusnahkan vegetasi lainnya
Selain itu
Hasibuan (2009) juga menyatakan bahwa pengolahan tanah perlu dicermati karena
bisa menimbulkan banyak masalah antara lain:
1.
rusaknya profil tanah ketika tanah diolah, maka lapisan
tanah yang kaya hara akan berpindah dan bercampur dengan lapisan tanah yang
lebih dalam. Hal ini bisa menciptakan lapisan keras yang bisa menggangu
penetrasi air dan akar ke dalam tanah
2.
perubahan pola drainase tanah
3.
rusaknya perakaran tanaman
4.
pengolahan tanah secara mekanik bisa menyebabkan
pemadatan tanah
5.
pengolahan tanah dapat merangsang perkecambahan benih
gulma
6.
pengolahan tanah menyebabkan biji gulma tersimpan di
dalam tanah yg dapat berkecambah bila tanah diolah kembali
7.
hilangnya lapisan tanah karena erosi utamanya karena air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar