Sabtu, 08 Desember 2012

MID SEMESTER MEKANISASI PERTANIAN


1.mekanisasi pertanian adalah

      Mekanisasi pertanian adalah Adapun tujuan kegiatan mekanisasi pertanian adalahuntuk mengurangi kejenuhan kerja, meningkatkan ketepatan waktu, memperbaikimutu produksi, dan meningkatkan efisiensi kerja. Untuk tenaga penggerak masinal biasanya digunakan traktor. Fungsi traktor selainadalah sebagai alat penarik dan penggerak alat pengolah tanah juga sebagai alatangkutan. Mekanisasi pertanian yang tepat berperan sangat signifikan untuk peningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian serta pengolahannya. Mekanisasi pertanian mencakup keuntungan efisiensi, efektifitas, kualitas dan produktifitas pertanian. Kemudian berdampak sistemik pada kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan pangan , energi dan bahan produksi masyarakaNamun demikian sangat ironis, di tengah menjamurnya institusi penelitian (termasuk peneliti), pendidikan (termasuk orang terdidik), serta lembaga pemberdayaan masyarakat di bidang mekanisasi pertanian, saat itulah pula mekanisasi pertanian belum berkembang dan benar-benar termanfaatkan oleh masyarakat secara optimal. Saat ini alsintan lebih banyak “diadopsi” bukan “diadaptasi”. Jika sudah demikian, keuntungan-keuntungan di atas belum didapatkan. Lalu apa permasalahannya? Dan bagaimana solusinya? Tidak hanya bagi pemerintah, namun bagi akademisi/peneliti, pengusaha juga yang terpenting petani sendiri sebagai subjek utama.
Dalam tulisan ini akan dikaji secara komprehensif dari berbagai faktor penentu mekanisasi pertanian.
  1. 1. Ekonomi
        Petani secara sendiri-sendiri merasa belum mampu dalam investasi alat dan mesin pertanian (jika mereka belum merasa sangat membutuhkannya). Akhirnya alat mesin pertanian hanya dikuasai oleh petani kaya atau rentenir saja. Sebenarnya, dalam jangka panjang, ketika biaya variabel dapat menurun karena efisiensi waktu dan beberapa komponen biaya seperti tenaga kerja, ditambah dengan kenaikan pemasukan hasil penjualan karena produktifitas naik, maka secara otomatis besarnya biaya pokok akan turun dan pendapatan petani akan meningkat. Ini jika saja alsintan dapat digunakan.
  1. 2. Teknis
      Hasil penelitian pada studi kasus alat mesin perontok padi, di lapangan ditemukan banyak sekali alat mesin hasil penyebaran proyek pemerintah yang tidak dapat digunakan karena bahannya sangat mudah rusak. Ini dikarenakan oleh “proyektor” yang nakal alias Makelar Proyek. Proyek dilakukan asal jalan dan menghabiskan anggran saja (sebab jika anggaran tidak habis, tahun depan kecil kemungkinan akan diberi lagi). Akhirnya alsintan diproduksi dengan asal-asalan. Ini jelas sangat merugikan petani.
  1. 3. Fungsional
Banyak data yang menyebutkan kapasitas suatu alsintan tinggi. Studi kasus pada alat perontok padi pedal thresher buatan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian yang menurut data dijelaskan kapasitas 100 kg/jam. Namun faktanya, 25 kg/jam saja sulit, dan petani memilih menggunakan manual karena lebih mudah. Penelitian-penelitian dan percobaan kapasitas tidak dinormalisasi terlebih dahulu. Kapasitas 100 kg mungkin jika digunakan oleh petani yang sudah terbiasa, namun bagi yang belum terbiasa, akan sulit. Disinilah perlunya pembiasaan penggunaan alsintan (teknologi baru).
  1. 4. Ergonomi
        Beberapa alsintan dirasakan petani tidak ergonomis. Hal ini disebabkan alsintan hanya diasopsi, bukan diadaptasi. Alsintan dari luar apalagi impor tentunya secara ergonomi belum tentu sesuai dengan antropometri masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Disinilah diperlukan adaptasi dan modifikasi alsintan agar sesuai dengan kondisi masyarakat di setiap daerah di Indonesia.
  1. 5. Kesehatan dan keselamatan kerja
         Pekerjaan yang tidak tersentuk aspek kesehatan dan keselamatan  adalah pertanian subsistem petani kecil. Berbeda dengan industri non-pertanian yang sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Kalaupun ada, K3 hanya dilakukan pada perusahan pertanian level besar. Sedangkan petani kecil di lahan tidak pernah diprioritaskan menggunakan sepatu but ketika ke lahan, menggunakan masker ketika menyemprot pestisida, petani cenderung tak berpakaian lengkap ketika bekerja. Padahal resiko kecelakaan kerja di lahan sangat besar. Pemerintahpun belum menuju kea rah sana sepertinya. Jika sudah seperti ini, pertanian terus dianggap pekerjaan yang rendahan. Padahal jika alsintan akan dikembangkan, maka aspek K3 harus disertakan karena resiko kesehatan dan keselamatan pada saat menggunakan alat mesin lebih besar dibandingkan manual.
  1. 6. Kondisi lapangan
        Mekanisasi pertanian terhambat oleh kondisi lahan petani Indonesia yang hanya 0,2 ha/orang. Kondisi ini dipersulit lagi dengan ketidakkompakan petani dalam menanam dan masa tanam. Teringat dulu ketika orde baru petani sangat kompak dalam menanam dan masa tanam. Padahal jika saat inipun petani kompak dalam masa tanam, maka luasan tanah yang 0,2 ha bisa menjadi 2-3 ha, di mana alsintan akan mudah masuk dan efisien akhirnya. Lagi pula sebenarnya masa tanam yang serempak dapat mengurangi penyebaran hama penyakit.
       Selain luasan tanah yang sempit, kondisi lapangan yang berbukit-bukit menyebabkan alsintan sulit masuk ke lahan. Dari dua permasalahan tadi, solusi terbaiknya adalah adanya konsolidasi lahan. Jika sudah seperti ini mau tidak mau petani harus mengurangi egoismenya untuk saling “aku dan aku” (ini tanahku, terserah aku mau tanam apa dan kapan”.
  1. 7. Fasilitas penunjang operasi
      Alsintan membutuhkan fasilitas penunjang operasi untuk dapat digunakan dengan baik. Fasilitas itu adalah BBM, suku cadang, perbengkelan, operator dan jalan akses transportasi alsintan. Pada faktanya, BBM sulit didapatkan, terlebih setelah adanya PP No 09 2006 dimana tidak diperbolehkan membeli bensin selain kendaraan bermotor. Jika ada pun BBM di daerah pedesaan harganya sudah lebih mahal (Rp. 5500/lt bensin) dan itu pun tidak dipastikan murni bensin. Suku cadang alsintan lebih banyak produk luar negeri dan harus diimpor jika ada 8. Sosial budaya
       Memang di beberapa tempat sudah menjadi budaya, masyarakat yang selalu memegang teguh tradisional dan enggan berganti dengan teknologi baru. Disinilah pentingnya pendekatan sosial kultural untuk mengadaptasikan teknologi. Proyek pemerintah dalam memberikan bantuan alsintan seringkali tidak memperhatikan sosial kultural masyarakat yang menjadi target. Disinilah pentingnya orang-orang mekanisasi juga belajar persoalan sosial. Intinya seorang engineer juga harus berjiwa sosial.

10. Koordinasi antar sektor
Menjadi persoalan yang tak berujung. Setiap seminar, kita terus mempersoalkan ini. Kesimpulan diskusi, seminar adalah selalu koordinasi, koordinasi…ya sebuah kata yang mudah diucapkan tapi sulit direalisasikan. Fakta-faktanya adalah : 1) jangankan koordinasi antar pihak, intra 1 pihak saja belum beres. Faktanya sebuah riset alsintan dikembangkan oleh banyak pihak dari mulai Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Balai Besar Pengolahan Pascapanen,
Koordinasi juga terlihat ketika kegiatan sosialisasi alsintan dilakukan. Sangat jarang sekali pengusaha yang mau datang di seminar alsintan. Maklum, pengusaha selalu menghitung untung ruginya. Kedepan, koordinasi ABGC harus terus dilakukan. Lembaga-lembaga independen keteknikan pertanian memiliki potensi untuk dapat menjadi fasilitator koordinasi antar pihak tersebut.
11. Informasi
Sosialisasi alsintan sudah dilakukan, namun belum optimal. Penyuluh pertanian yang saat ini ada belum banyak diantara mereka yang memiliki wawasan alsintan. Mereka lebih banyak kepada proses budidaya. Sosialisasi alsintan hanya sebatas di seminar. Expo, yang jelas-jelas acara seperti itu tidak dapat leluasa diakses petani di daerah. Maka dari itu perlu dilakukan sosialisasi yang lebih menyeluruh kepada masyarakat luas. Disinilah peran mahasiswa, dan lembaga keteknikan pertanian untuk dapat membantu dalam mensosialisasikan alsintan kepada masyarakat luas.


2.permasalahan mekanisasi pertanian di Indonesia
Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni:
a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan) masih lemah,
b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,
c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,
d. dukungan perbengkelan masih lemah,
e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,
f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan
g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang makin menurun.

Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah :
• Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsin pertaian yang harganya relatif mahal.

• Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen
• Tenaga kerja
Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran
• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.
Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian adalah:
(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,
(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,
(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,
(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah,
(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan

Di dunia
ekanisasi adalah penggunaan alat modern serta peralatan bermotor seperti bajak, garu, ridger dan juga penggunaan agro-bahan kimia seperti insektisida, herbisida, pupuk dan benih unggul di ladang. Berikut ini adalah masalah yang dihadapi mekanisasi pertanian.
1. Petani tidak berpendidikan dan mereka merasa sulit untuk mengoperasikan mesin
2. Tanah sistem penguasaan mencegah kepemilikan peternakan besar.
3. Jenis tanah tidak sesuai dengan teknik operasional mesin.
4. Tidak ada mesin telah diciptakan secara lokal untuk bekerja secara efektif pada tanah.
5. Puing-puing dari kliring, stumping dan log menimbulkan hambatan bagi mekanisasi.
6. Suku cadang tidak tersedia secara lokal.
7. Ada tenaga kerja yang tidak memadai untuk melayani alat dan mesin.
8. Sifat tanah, topografi dan lansekap yang tidak baik untuk mekanisasi.
9. Petani terlalu miskin untuk bisa membeli mesin mahal. Hal ini membuat mekanisasi terlalu mahal untuk berlatih.
10. Tidak ada fasilitas yang memadai untuk perbaikan alat pertanian dan peralatan.

3.hubungan keterkaitan lahan datar dan miring terhadap mekanisasi pertanian


4. hubungan pertumbuhan tanaman dan alat berat
Pengolahan tanah (tillage) akan diperlukan ketika kondisi sifat fisik tanah kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman seperti tanah yang padat, keras dan aerasi yang minim. Intensitasnya akan tergantung pada kondisi tanah dan jenis tanaman.
 Menurut Winarso (2005), pemadatan tanah, hardpans dan pembentukan lapisan keras (crusting) merupakan penyebab utama degradasi fisik tanah. Pemadatan tanah dapat meningkatkan berat isi yang berpengaruh pada penetrasi akar, konduktifitas hidrolik dan aerasi. Untuk mengurangi pemadatan tanah, pengolahan tanah hingga lapisan dalam diikuti pemberian bahan organik dapat dilakukan.
menyatakan bahwa beberapa praktek persiapan lahan dan kegiatan merubah kondisi fisik zona perakaran ternyata dapat menyebabkan:
1.       hilangnya lapisan atas tanah dan lapisan bahan organik
2.       terkikisnya lapisan humus dan serasah yang belum terdekomposisi yang menyebabkan lapisan mineral tanah menjadi terbuka
3.       tercampurnya bahan organik pada permukaan tanah dengan lapisan mineral tanah
4.       persiapan lahan secara mekanik juga dapat  memusnahkan vegetasi lainnya
Selain itu Hasibuan (2009) juga menyatakan bahwa pengolahan tanah perlu dicermati karena bisa menimbulkan banyak masalah antara lain:
1.       rusaknya profil tanah ketika tanah diolah, maka lapisan tanah yang kaya hara akan berpindah dan bercampur dengan lapisan tanah yang lebih dalam. Hal ini bisa menciptakan lapisan keras yang bisa menggangu penetrasi air dan akar ke dalam tanah
2.       perubahan pola drainase tanah
3.       rusaknya perakaran tanaman
4.       pengolahan tanah secara mekanik bisa menyebabkan pemadatan tanah
5.       pengolahan tanah dapat merangsang perkecambahan benih gulma
6.       pengolahan tanah menyebabkan biji gulma tersimpan di dalam tanah yg dapat berkecambah bila tanah diolah kembali
7.       hilangnya lapisan tanah karena erosi utamanya karena air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar