LAPORAN
PRAKTIKUM
IDENTIFIKASI BERBAGAI MIKORIZA PADA RHIZOSFER
I.
PENDAHULUAN
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman perlu dijaga
kelestariannya. Oleh karena di dalam tanah, terutama daerah rhizosfer tanaman
banyak jasad mikro yang berguna bagi tanaman. Salah satunya adalah cendawan
mikoriza. Cendawan ini dikenal dengan tiga tipe yaitu Ektomikoriza,
Endomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
cendawan ini dapat berkolonisasi dan berkembang secara mutualistik dengan akar
tanaman. Infeksi mikoriza dengan akar tanaman dapat memperluas bidang serapan
akar, sehingga dapat menyerap hara seperti P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg, dengan
hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar. Cendawan ini dapat
pula menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat
meningkatkan aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah. Cendawan mikoriza
dapat pula berperan dalam pengendalian penyakit tanaman. Hal ini disebabkan
karena cendawan ini memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum
dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, menghasilkan antibiotik, dan memacu
perkembangan mikroba saprofitik di sekitar perakaran, sehingga patogen tidak
berkembang.
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman, merupakan sub sistem
yang cukup kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik yaitu jasad makro dan
mikro, yang secara bersama dengan komponen abiotik membentuk tempat tumbuh bagi
kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara berimbang. Untuk menjamin
kestabilan ini, maka pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara
seimbang, tanpa harus terjadi perubahan-perubahan besar atau mendadak. Itulah sebabnya perlunya menjaga keberadaan serta fungsi
komponen sistem dan individu dalam
komponen tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah diketahui
banyak jasad atau mikroorganisme yang berguna bagi tanaman, bahkan ada yang
dapat membantu tanaman dalam hal penyerapan unsur hara dan menjaga kondisi
tanah dengan menghasilkan sekresi ekstraselular, vitamin, dan zat tumbuh.
Istilah
mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos =
miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur
dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana
(glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara tanah untuk
tumbuhan. Mikoriza merupakan jamur
yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem
perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan
rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini
memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan
tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk
meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan
pertumbuhan (Hesti L dan Tata, 2009)
Mikoriza
dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada
di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga
biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah
kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur
hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun
tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. infeksi ini antara
lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain
pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan
keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997)
.Cendawan
Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat
luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman
dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan
mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dari hasil
fotosintesis dari tanaman (Delvian, 2006). CMA termasuk fungi divisi
Zygomicetes, famili Endogonaceae yang terdiri dari Glomus, Entrophospora,
Acaulospora, Archaeospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellospora. Hifa
memasuki sel kortek akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi tanah,
membentuk chlamydospores (Morton, 2003). Marin (2006) mengemukakan bahwa lebih
dari 80% tanaman dapat bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada sebagian
besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam
pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman.
Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe :
1. Ektomikoriza
2. Ektendomikoriza
3. Endomikoriza
Ektomikoriza mempunyai
sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut
akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif
dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya
berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks membentuk struktur
seperrti pada jaringan Hartiq.
Ektendomikoriza
merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya
antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat
menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya
terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini
sangat terbatas.
Endomikoriza
mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi tidak membesar, lapisan
hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan
korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut Vasiculae
(vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuscules
(arbuskul) (Brundrett, 2004).
Hampir
sebagian besar jenis tumbuhan berasosiasi dengan jamur tipe AM (Arbuskul
Mikoriza), mulai dari paku-pakuan, jenis rumput-rumputan, padi, hingga pohon
rambutan, mangga, karet, kelapa sawit, dll. Sedangkan beberapa keluarga
(family) pohon tingkat tinggi yang biasa dijumpai pada tahap suksesi akhir
bersimbiosa dengan jamur EM (Ekto Mikoriza), misalnya jenis-jenis meranti,
kruing, kamper (jenis-jenis Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis
Fagaceae), pinus, beberapa jenis Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis
legum.
Struktur
anatomi AM berbeda dengan EM. Akar yang bersimbiosa dengan EM memiliki struktur
khas berupa mantel (lapisan hifa) yang dapat dilihat dengan mata telanjang.
Struktur mikoriza tersebut berfungsi sebagai pelindung akar, tempat pertukaran
sumber karbon dan hara serta tempat cadangan karbohidrat bagi jamur. Hifa jamur
EM tidak masuk ke dalam dinding sel tanaman inang. Sedangkan akar yang
bersimbiosa dengan AM, harus diamati dibawah mikroskop, karena struktur
arbuskular atau vesicular terbentuk di dalam sel tanaman inang dan hanya dapat
diamati di bawah mikroskop setelah dilakukan perlakuan khusus dan pewarnaan.
Struktur arbuskular dan vesicular berfungsi sebagai tempat cadangan karbon dan
tempat penyerapan hara bagi tanaman. Miselium eksternal terdapat pada tipe EM
dan AM, merupakan perpanjangan mantel ke dalam tanah.
Suatu
simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi.
Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa yang
tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada
akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa
internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan
perkembangnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses
diferensissi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas,
1998).
Hampir
semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza. Gramineae dan
Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh tanaman yang terinfeksi
hebat oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi
mikoriza vesikular-arbuskular adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak,
nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan sorgum. Tanaman perkebunan yang
telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah tebu, teh, tembakau, palem,
kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur (Rahmawati, 2003).
Cendawan
ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika berassosiasi
dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah dilakukan untuk
menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belum berhasil.
Faktor ini merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan
CMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan menggunakan media buatan,
walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora
cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar 100 mm sampai 600 mm oleh karena
ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi
dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004).Cendawan CMA membentuk
organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut
adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora.
II.TUJUAN PRAKTIKUM
o
Untuk
mengetahui atau mempelajari identifikasi berbagai mikoriza pada rihozosfer
cabai.
III.TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Mikoriza
Lambert
dan Cole, (1980) mengemukakan bahwa pada tanaman Lathyrus sylvestris, Lotus americanus, Coromilla varia, yang
terinfeksi mikoriza umur dua tahun, pertumbuhannya 6-15 kali lebih besar dari
pada pertumbuhan tanaman tanpa mikoriza. Selanjutnya De La Cruz et al., (1992); Linderman, (1996)
menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan
cendawan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif yaitu meningkatkan
pertumbuhan tanaman inangnya.
Hal ini dapat terjadi
karena infeksi cendawan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh
miselium eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar atau melalui
hasil senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Tisdall,
(1991) melaporkan bahwa miselium ekstra radikal didalam tanah sekitar akar
menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan
aerasi, penyerapan air dan stabilitas anah.
Infeksi mikoriza pada
akar, memungkinkan mineral dapat dialirkan langsung dari satu tanaman ke
tanaman lain, atau dari bahan organik mati ke akar tanaman. Juga membentuk
lingkungan mikrorisosfer yang dapat merubah komposisi dan aktivitas mikroba.
Hal ini terjadi karena perubahan fisiologi akar dan produksi sekresi oleh
mikoriza.
Menurut Aldeman dan
Morton, (1986) infeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kemampuannya
memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K,
dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan
akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar
(Mosse, 1981). Tanaman appel yang
terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan kandungan P pada tanaman dari 0,04%
menjadi 0,19% (Gededda, et al., 1984 dalam Jawal et al., 2005). Lanjut Matsubara et
al., (1998) melaporkan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza, maka tinggi,
bobot kering, konsentrasi P pada bagian atas maupun akar tanaman mempunyai
nilai yang tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza.
Tanaman Acacia
mangium mampu menghemat penggunaan P 180 kr/ha/tahun (Setiadi, 2000).
Aplikasi P alam pada tanaman yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan
pertumbuhan, pembentukan bintil akar, dan aktivitas bintil akar tanaman.
Mikoriza dapat pula meningkatkan kandungan khlorofil, penyerapan air dan zat
perangsang tumbuh dengan diproduksinya substansi zat perangsang tumbuh, sehingga tanaman
dapat lebih toleran terhadap shok,
terutama yang dipindahkan dilapangan.
Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa mikoriza mempunyai peranan dalam hal pengendalian penyakit tanaman. Linderman, (1988) menduga
bahwa mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen berlangsung sbb. : 1)
cendawan mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum
dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat berkembang,
2) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk
menghambat perkembangan patogen, 3) memacu perkembangan mikroba saprofitik
disekitar perakaran.
Pada tanaman yang
terinfeksi mikoriza mempunyai sifat ketahanan yang lebih dibandingkan dengan
tanpa infeksi mikoriza. Mosse, (1981) melaporkan bahwa cendawan mikoriza dapat
membantu peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen tanah (soil borne).
Infeksi mikoriza pada akar tanaman akan merangsang terbentuknya senyawa isoflavonoid pada akar tanaman kedelai,
membentuk endomikoriza, sehingga
meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan cendawan patogen dan nematoda.
Selanjutnya Setiadi, (2000) mengemukakan bahwa assosiasi mikoriza berpengaruh
terhadap perkembangan dan reproduksi nematoda Meloidogyne sp. Patogen yang menyerang akar tanaman seperti Phytopthora, Phytium. Rhizoctonia, dan Fusarium perkembangannya tertekan dengan
adanya cendawan mikoriza yang telah bersimbiotik dengan tanaman.
Tanaman jeruk yang terinfeksi cendawan mikoriza akan
menghambat pembentukan dan pelepasan zoospo-rangia
dari zoosporangium Phytopthora
parasitica (Davis dan Menge, (1980). Juga pada tanaman jagung dan Chrysanthenum yang terinfeksi mikoriza
berpengaruh terhadap P. cinnamoni (Harley
dan Smith, 1983).
Ketahanan tanaman
terhadap patogen akibat infeksi mikoriza karena menghasilkan antibiotik,
seperti fenol, quinone, dan berbagai phytoaleksin. Tanaman yang terinfeksi
mikoriza menghasilkan bahan atsiri yang bersifat fungistatik jauh lebih banyak
dibanding tanpa infeksi. Pada tanaman jagung yang terinfeksi mikoriza
mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak dari pada tanpa infeksi mikoriza.
Bila patogen lebih dahulu menyerang tanaman sebelum infeksi cendawan mikoriza,
maka mikoriza tidak akan berkembang pada perakaran tanaman.
Faktor – faktor yang mempengaruhi mikoriza
Faktor-faktor
tersebut antar lain suhu, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah,
intensitas cahaya dan ketersediaan hara, logam berat dan fungisida. Berikut ini
faktor tersebut diuraikan satu persatu.
Suhu
Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan
meningkatkan aktivitas cendawan. Untuk daerah tropika basah, hal ini
menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukan CMA melalui 3 tahap yaitu
perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan
hifa di dalam korteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat
beragam tergantung pada jenisnya (Mosse, 1981).
Suhu yang tinggi pada siang hari (35 0C)
tidak menghambat perkembangan akar dan aktivitas fisiologi CMA. Peran mikoriza
hanya menurun pada suhu diatas 40 0C. suhu bukan merupakan faktor pembatas
utama bagi aktivitas CMA. Suhu yang sangat tingi lebih berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman inang (Mosse, 1981).
Kadar Air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh di daerah
kering, adanya CMA menguntungkan karena dapat meningkatkaan kemampuan tanaman
untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air. Adanya CMA dapat
memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Vesser et
al., (1984) mengamati kenampakan aneh pada bibit tanaman alpukat (Acacua
raddiana) yang dinikolasi dengan CMA.pada tengah hari, saat kelembapan air
rendah, daun bibit alpukat ber CMA tetap terbuka sedangkan tanaman yang tidak
dinokulasi tertutup. Hal ini manandakan bahwa tanaman yang tidak berCMA
memiliki evapotranspirasi yang lebih besar dari tanaman ber CMA. Meningkatnya
kapasitas serapan air pada tanaman alpukat ber CMA menyebabkan bibit lebih
tahan terhadap pemindahan.
Ada beberapa dugaan mengapa tanaman
bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah : (1) adanya
mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga
transport air ke akar meningkat, (2) tanaman kahat P lebih peka terhadap
kekeringan, adanya CMA menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga
menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula, (3) adanya hifa
ekternal menyebabkan tanaman ber CMA lebih mampu mendapatkan air daripada yang
tidak ber CMA, tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan
logam-logam tanah lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik
adalah adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktivitas mikoriza. Pada
tanaman ber mikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot
kering tanaman lebih sedikit dari pada tanaman yang tidak bermikoriza, karena
itu (4) tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan barangkali karena
pemakaian air yang lebih ekonomis, (5) pengaruh tidak langsung karena adanya
miselium ekternal menyebabkan CMA mampu dalam mengagregasi butir-butir tanah
sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat (Rotwell, 1984).
pH tanah
Cendawan pada umunya lebih tahan
terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing
spesies cendawan CMA terhadap pH tanah berbeda-beda karena pH tanah
mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap
pertumbuhan tanaman (Mosse, 1981).
Bahan Organik
Bahan organik merupakan salah satu
komponen penyusun tanah yang penting disamping bahan anorganik, air dan udara.
Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di
dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung
bahan organik 1-2 persen sedangkan paada tanah-tanah berbahan organik kurang
dari 0.5 persen kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997).
Residu akar mempengaruhi ekologi
cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana
penting untuk mempertahankan generasi CMA dari satu tanaman ke tanaman
berikutnya. Serasah tersebut mengandung hifa, vesikel dan spora yang dapat menginfeksi
CMA. Disaamping itu juga berfungsi sebagai inokulan untuk generasi tanaman
berikutnya (Anas, 1997).
Cahaya dan Ketersediaan Hara
Anas (1997) menyimpulkan bahwa
intensitas cahaya yang tinggi dengan kekahatan nitrogen ataupun fospor sedang
akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam akar sehingga membuat tanaman
lebih peka terhadap infeksi oleh cendawaan CMA. Derajat infeksi terbesar
terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan
perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh CMA. Jika pertumbuhan dan
perkembangan akar menurun infeksi CMA meningkat.
Peran mikoriza yang erat dengan
penyedian P bagi tanaman menunjukan keterikatan khusus antara mikoriza dan
status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah yang tinggi
menyebabkan menurunnya infeksi CMA yang mungkin disebabkan konsentrasi P
internal yang tinggi dalam jaringan inang (Anas., 1997).
Penagruh Logam Berat dan Unsur lain
Pada tanah-tanah tropika sering
permasalahan salinitas dan keracunan alumunium maupun mangan. Sedikit diketahui
pangaruh CMA pada pengambilan sodium, klor, alumunium dan mangan. Disamping itu
pengetahuan mengenaai pengaruh masing-masing ion tersebut terhadap terhadap CMA
secara langsung maupun dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman atau
metabolisme inang belum banyak yang diketahui. Mosse (1981) mengamati infeksi
CMA lebih tinggi pada tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak.
Pada percobaan dengan menggunakan tiga
jenis tanah dari wilayah iklim sedang didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan
karena adanya CMA menurun dengan naiknya kandungan Al di dalam tanah. Alumunium
di ketahui menghambat muncul jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium
(Ca). Jumlah Ca di dalam larutan tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan
CMA. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yaang memilik derajat infeksi CMA yang
rendah (Happer et al., 1984 dalam Anas, 1997). Hal ini mungkin karena peran
Ca2+ dalam memelihara integritas membran sel.
Beberapa spesies CMA diketahui mampu
beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies
CMA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain
diketahui pula bahwa strain-strain cendawan CMA tertentu toleran terhadap
kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Mosse, 1981).
Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang
dirakit untuk membunuh cendawan penyebab penyakit pada tanaman. Rupa-rupanya di
samping mampu memberantas cendawan penyebab penyakit, fungisida Agrosan,
Benlate, Plantavax, meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah (2.5 mg per g
tanah) menyebabkan turunnya kolonisasi CMA yang mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman dan pengambilan P (Manjunath dan Bagyaraj, 1984).
Pemakaian fungisida menjadi dilematis,
di satu pihak jika fungisida tidak dipakai maka tanaman yang terserang cendawan
bisa mati atau merosot hasilnya, tetapi jika dipakai membunuh cendawan CMA yang
sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Pada masa depan perlu dicari satu cara
untuk mengendalikan penyakit tanaman tanpa menimbulkan pengaruh yang merugikan
terhadap jasad renik berguna di dalam tanah. Praktek pengendalian secara
biologis perlu mendapat perhatian lebih serius karena memberikan dampak negatif
yang mampu bertindak sebagai pengendali hayati yang aktif terhadap serangan
patogen akar (Marx, 1982 dalam Anas, 1997).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh
terhadap perkecambahan spora cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik
yang cocok untuk perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga
cocok untuk perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki
ketahanan cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza
tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan
tergenang seperti pada padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada
lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya,
cendawan mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998).
Sifat cendawan mikoriza ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya
bioremidiasi lahan kritis.
PEMBAHASAN
Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa pengaruh tempat tumbuh, jenis inang, dan jenis CMA merupakan
faktor terhadap jenis mikoriza(spora)
dan jumlah mikoriza (spora) dan infeksi akar.